Rabu, 28 November 2012

Pengaruh Bahasa Asing Pada Perkembangan Bahasa di Indonesia

Kondisi Sekarang
Saat ini banyak kita temui reklame, iklan, maupun berita yang dibumbui dengan penggunaan bahasa asing.Tidak jarang kita menemui reklame yang diwarnai pencampuran antara bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kata-kata seperti sirup rasa orange, apartemen grand kuningan, mal pejaten village, villa pesanggrahan dan lain-lain, kerap kita temui dalam keseharian kita. Sepertinya para pembuat iklan ingin iklan yang dibuatnya memiliki poin lebih dari hanya dimengerti oleh pembacanya. Sepertinya para pembuat iklan melakukan hal itu agar iklannya memiliki gengsi tersendiri atau dianggap lebih hebat. Tidak hanya dalam bahasa tulis, dalam bahasa lisanpun gejala ini dengan mudah dapat kita temui.umumnya yang melakukan hal ini adalah kaum remaja.penggunaan  frase-frase seperti by the way, thanks, see you, bye dan lain-lain sering kita dapati dalam percakapan remaja..
Yang meresahkan gejala ini tidak hanya terjadi pada kalangan remaja, tetapi juga para anggota DPR bahkan Presiden. Mereka kerap menggunakan istilah bahasa Inggris dalam pidatonya.Penggunaan kata commit, integrative, comprehensive dan lain-lain sering digunakan Presiden dan jajaran kabinetnya. Padahal pada pasal 28 Undang-Undang Nomor 2009 disebutkan  bahwa presiden, wakil presiden dan pejabat wajib berbahasa Indonesia dalam pidato resmi yang disampaikan di dalam atau di luar negeri. Ini tentunya sangat mengkhawatirkan, karena sebagai pemimpin, mereka semestinya dapat memberi contoh yang baik kepada masyarakat mengenai penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Penggunaan bahasa Inggris dalam iklan maupun model bahasa lain merupakan dampak dari apa yang disebut sebagai imperialisme bahasa. Philipson (1992) menyatakan bahwa Imperialisme bahasa adalah kondisi yang melibatkan transfer bahasa yang dominan kepada bahasa lain. Bahasa dominan yang dimaksud disini adalah bahasa Inggris. Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional dengan penutur sangat banyak saat ini secara langsung maupun tidak langsung telah mengintervensi banyak bahasa lain di dunia. Philipson memberi contoh bagaimana bahasa Inggris telah mempengaruhi perkembangan bahasa di Negara-negara bekas jajahannya seperti Singapura, India, dan Malaysia.Kini bahasa Inggris tidak hanya menggurita di negara-negara bekas jajahannya melainkan ke banyak negara lain seperti Indonesia.
Teknologi seperti radio, TV, dan internet adalah peranti yang sangat efektif untuk menyebarkan informasi kepada khalayak ramai..Namun seiring tersebarnya informasi, media telah ikut andil dalam penyebaran bahasa Inggris. Hal ini terjadi karena banyak media yang menyerap bahasa Inggris dalam pengoperasiannya. Acara-acara seperti film, talkshow, reality show, talent show berbahasa Inggris cukup digemari di kalangan masyarakat. Ini terbukti dari rating mereka yang cukup bagus. Demikian juga acara-acara yang diproduksi  oleh orang Indonesia. Banyak sekali pemandu acara yang menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Inggris dalam tutur kata mereka misalnya para pemandu acara (Video Jockey) MTV. Yang mengherankan, pemandu acara tersebut justru dianggap  hebat dan gagah oleh pemirsa acara itu. Bukan sekedar suka, banyak orang, umumnya remaja, yang segera meniru cara bicara dan gaya mereka.
Berdasarkan contoh-contoh di atas didapati penggunaan campuran bahasa Indonesia dan Inggris. Fenomena ini sering dibut dengan campur kode (code mixing). Code mixing menurut Meyerhoff (2006) adalah kondisi dimana seorang penutur menggunakan lebih dari satu ragam bahasa di dalam sebuah kalimat atau klausa. Pencampuranseperti ini sebenarnya tidak perlu dilakukan, karena kata-kata bahasa Inggris dalam iklan tersebut dapat digantikan dengan padanannya dalam bahasa Indonesia. Semisal pada iklan yang berbunyi united and rising ada padanannya yaitu bersatu dan bangkit, Sedangkan pada kalimat enjoy your life dapat ditulis sebagai nikmati hidupmu. Semestinya kita harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar untuk dapat melindungi dan menjaga bahasa Indonesia agar tidak tergerus zaman dan serbuan bahasa asing terutama bahasa Inggris.

BAHASA ASING DI INDONESIA
Penggunaan bahasa Inggris telah menjadi perdebatan panjang sejak masa Sutan Takdir Alisyahbana pada tahun 60an. Bangsa kita masih terombang-ambing antara mengadopsinya menjadi bahasa kedua atau menganggapnya seebagai bahasa asing. Karena jelas, antara keduanya akan muncul perlakuan yang berbeda. Di negara kita, belajar bahasa Inggris diyakini akan dapat meningkatkan kerja para pegawai. Bangsa kita juga meykini bahwa dengan belajar bahasa inggris akan membuat negara kita menjadi negara yang maju di era globalisasi ini. Karena itulah penguasaan bahasa Inggris kemudian menjadi syarat yang penting agar seseorang dapat lulus dalam ujian menjadi pegawai. Tapi, yang terjadi di negara kita adalah ternyata dengan masuk lembaga pendidikan bahasa Inggris yang palling bergengsi sekalipun tidak menjadi syarat mutlak yang membuat kita mampu mendongkrak kemampuan bahasa Inggris. Anggapan bangsa kita yang seperti itu sebenarnya adalah anggapan yang keliru. Kita seharusnya mengambil falsafah orang Jepang yang dalam belajar bahasa kedua mereka beranggapan ‘get the content, leave lhe language behind’ (dapatkan ide yang ada dalam bahasa tersebut dan tinggalkan bahasa asing tersebut). Mereka berkeyakinan bahwa tanpa menguasai bahasa Inggris pun, mereka akan sanggup menjadi bangsa yang besar. Dengan menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa sendiri tentu akan lebih membawa manfaat karena akan lebih mudah dibaca oleh masyarakat kita, daripada harus sibuk membaca buku-buku barat dengan menyanding kamus besar bahasa Inggris. Di negara kita, kemampuan penggunaan bahasa Inggris juga belum dimanfaatkan dengan optimal bagi mereka yang sudah menguasai bahasa kedua ini. Masyarakat atau orang yang menguasai bahasa tersebut cenderung tidak mampu menggunakan kemampuannya untuk ikut mengembangkan masyarakat sekitarnya. Jadi, kemampuan itu hanya untuk kepentingan pribadinya, misalnya saja dalam ekonomi dan politik. Lalu bagaimana dengan anggapan bahwa menguasai bahasa Inggris mampu membuat bangsa kita maju sedangkan fakta yang terjadi di lapangan seperti itu? Penguasaan bahasa Inggris harus dibersamai dengan aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat agar terasa manfaatnya. Jadi bukan hanya untuk sekadar memenuhi gengsi kita atau ‘keren-kerenan’. Pengajaran Bahasa Asing di Sekolah Dasar Polemik di negara kita yang berkaitan dengan bahasa asing memang masih menjadi bahan kajian yang panjang. Misalnya, dengan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Secara pedagogis, pembelajaran bahasa asing sejak usia dini mungkin tepat sasaran karena usia kanak-kanak memang menjadi waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan bahasa. Tetapi ketika yang diajarkan adalah bahasa asing, apakah ini menjadi cara yang tepat sasaran? Karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa hal ini semakin membuat eksistensi bahasa Indonesia semakin terpinggirkan dalam fungsinya sebagai bahasa nasional. Anak-anak mengalami gangguan dalam kemampuannya untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Anak-anak sekarang lebih suka berbicara dengan bahasa asing yang diyakini membuat mereka lebih ‘keren’ karena tercuci gengsi instalasi moderenitas. Beberapa pendapat tentang pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar adalah sebagai berikut, seperti dikutip dalam artikel “Perlukah Pengajaran Bahasa Asing di Sekolah Dasar, 28 agustus 2005”. Tomandar “Saya setuju saja, asal dalam pelaksanaannya jauh dari kesan mengintimidasi anak untuk bisa. Begitu seharusnya kemampuan berbahasa tumbuh. Semacam pengenalan begitu lah…..Mudah-mudahan tidak menjadikan anak ‘miskin’ bahasa Indonesia. Toh, sehari-hari mereka justru akan lebih banyak bersentuhan dengan bahasa Indonesia. Bahasa ibunya tetap bahasa Indonesia (atau bahasa daerahnya). Saya belum melihat dampak negatif apa yang mungkin timbul dari ini. Hizbullah: “Saya malah kepikiran untuk selain bahasa asing perlu juga dikenalkan sama si anak bahasa daerah…..asal di manage dengan baik saya rasa hal tersebut sangat berguna mengingat pengetahuan akan bahasa itu mencakup budaya sesuatu, katakanlah, bangsa atau adat istiadat daerah tertentu….Toh, namanya juga sekolah dasar, kalo kita pahami konsep pendidikan dan pengajaran, ingat bahwa Ki Hajar Dewantara tidak pernah melepaskan konsep pendidikan dengan pengajaran secara sendiri-sendiri di dalam wacana pendidikan formalnya, maka sekolah dasar diperuntukkan lebih pada pemberian dasar-dasar bagi seseorang demi pendidikan lanjutnya.

Dari Berbagai Sumber   :
http://dsofyan.wordpress.com/2012/08/12/pengaruh-penggunaan-bahasa-inggris-terhadap-penggunaan-bahasa-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar